Pavement Road Construction


Perkerasan Konstruksi Jalan
Selasa, 16 Desember 2014

   Secara umum jalan merupakan suatu sarana infrastruktur yang memberikan efek multi kepada masyarakat dalam hal perhubungan, dimana peranan yang penting dari infrasturktur jalan yaitu dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perkembangan teknologi konstruksi jalan tidak lepas dari kemajuan teknologi dan inovasi yang terus dikembangkan demi mencapai kualitas jalan yang optimal. Secara umum konstruksi perkerasan jalan (Pavement) dapat dikategorikan menjadi perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan perkerasan kaku (Rigid Pavement). 


Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

     Merupakan jenis perkerasan jalan yang bersifat lentur karena didominasi oleh campuran aspal Hot- Mix, Warm Mix maupun aspal Cold Mix dalam strukturnya, jenis perkerasan lentur sejak dari dulu sudah lama digunakan, tetapi seiring kemajuan teknologi maka kualitas material dan proses pelaksanaan terus mengalami perkembangan. Perkerasan lentur sendiri terdiri atas campuran aspal (Asphalt), agregat halus (Fine Agregate), agregat kasar (Course Agregrate) dan bahan pengisi (Filler). Campuran aspal sendiri di Indonesia terdiri atas dua jenis yang secara umum digunakan yaitu campuran aspal Pertamina yang berasal dari sisa kotoran minyak bumi dan aspal alam yang berasal dari pulau Buton (Asbuton). Secara umum susunan perkerasan lentur terdiri dari : 
  • Lapisan dasar (Subgrade), merupakan lapisan tanah dasar dari suatu perkerasan jalan, dapat berupa tanah asli (Original soil) maupun tanah timbunan pilihan. Peranan subgrade pada konstruksi jalan sangat penting karena merupakan dasar yang menentukan kualitas dan kemampuan daya dukung dari jalan tersebut, bilamana kualitas atau kondisi subgrade yang memiliki daya dukung yang rendah misalnya jenis tanah gambut yang umumnya dapat mengakibatkan penurunan pada badan jalan. Jadi dalam perencanaan suatu kosntruksi jalan khususnya jika jalan yang baru dibuat kiranya dilakukan penyelidikan tanah (Investigation soil) terlebih dahulu, sehingga dapat diketahui kapasitas daya dukung dari tanah dasarnya berdasarkan hasil CBR (California Bearing Ratio).
  • Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course), merupakan lapisan kedua setelah tanah dasar, yang merupakan lapisan antara lapisan subgrade dan lapis pondasi atas (Base) yang berfungsi sebagai penerus beban dari lapisan atasnya. Lapisan subbase terdiri atas agregat halus, bahan pengisi dan agregat kasar sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh Standar perencanaan lapisan subbase berdasarkan nilai CBR nya. Pemadatan pada lapisan subbase haruslah baik karena jika tidak maka pori-pori antara agregat yang tidak maksimal memungkinkan gerusan air yang besar masuk ke dalam lapisan subgrade yang berakibat pada kerusakan lapisan tanah dasarnya. Ketebalan lapisan subbase berkisar antara (20 - 30) cm sesuai perencanaan desain.
  • Lapisan Pondasi Atas (Base Course), merupakan lapisan ketiga dari subgrade yang berada di antara lapisan subbase course dan lapisan permukaan (Surface Course). Lapisan pondasi atas  berfungsi sebagai penerus beban kendaraan dari lapisan permukaan, material yang digunakan pada lapisan pondasi atas harus dengan standar dan spesifikasi yang ditentukan karena pada lapisan ini konsentrasi beban dari permukaan sangat besar sesuai dengan tebal yang direncanakan biasanya memiliki ketebalan berkisar antara (20-30) cm, sehingga jika kualitas dan proses pemadatan dari lapisan pondasi atas tidak maksimal maka akan terjadi lendutan (Bending) yang merusak lapisan di bawahnya. Pada lapisan pondasi atas biasanya diberikan campuran perekat sebelum lapisan permukaan yang biasanya disebut Prime Coat dengan menggunakan alat Asphalt Sprayer.
  • Lapisan Permukaan (Surface Course),  merupakan lapisan teratas dari konstruksi jalan yang berhubungan langsung dengan beban kendaraan yang melintas pada permukaan ini dan bersifat kedap air ataupun porous. Lapisan permukaan pada jenis perkerasan lentur terdiri atas Asphalt Concrete Based Course (ACBC) dan Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC) dengan ketebalan tertentu, pada lapisan ACWC merupakan lapisan aus  dan lebih halus permukaannya. Ketebalan ACBC biasanya kisaran kurang lebih 10 cm dan ACWC kisaran 5cm, sedangkan perekat natar lapisan ACBC dan ACWC disebut Tack Coat. 

Gambar konfigurasi Flexible Pavement 


 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

    Merupakan  jenis perkerasan yang bersifat kaku (Riqid) karena bahan perkerasannya didominasi oleh beton (Concrete), perkerasan kaku beberapa tahun ini telah banyak digunakan menggantikan perkerasan lentur aspal, dikarenakan umur rencana yang lebih lama dan sukar mengalami kerusakan dibandingkan dengan aspal beton. Secara umum perkerasan kaku terdiri dari campuran semen, agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan zat admixture ditambah dengan tulangan (rebar) sebagai sambungan antar segmen plat beton. Susunan perkerasan kaku terdiri dari: 
  •  Lapisan Tanah Dasar (Subgrade), merupakan lapisan dasar dari semua jenis perkerasan yang berupa tanah asli atau timbunan. 
  • Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course), merupakan lapisan setelah tanah dasar yang meneruskan beban dari lapisan atasnya, pada jenis perkerasan kaku lapisan subbase biasanya berupa plat beton tipis berukuran (5-10)cm yang disebun (Lean Concrete) yang berada di atas tanah dasar. Lapisan beton tipis tersebut harus memiliki campuran yang baik dikarenakan bagian ini merupakan proteksi perlindungan terhadap tanah dasar dari rembesan air. Biasanya sebelum lapisan permukaan dikerjakan lapisan ini diberi pelindung berupa plastik agar mencegah rembesan air (Piping) dari permukaan atasnya sehingga tidak merusak lapisan tanah dasar. 
  • Lapisan Plat Beton (Concrete Slab), merupakan lapisan beton tebal yang berupa penggabungan antara lapisan base dan surface, pada lapisan beton ini bisanya tebalnya berkisar antara (20-30) cm. Pada lapisan beton sambungan antar segmen bisanya diberikan sambungan vertikal dan horisontal atau tulangan kembang susut (Shrinkage bar) dan tulangan konstruksi (Construction bar) antar segmennya. Ukuran segmen biasanya bervariasi tergantung desain, umumnya lebar segmen plat beton seukuran lebar jalan (2,5-3) m dan panjangnya (4-5) m. Pada bagian permukaan bisanya dibuat grid anti slip pada saat ban kendaraan melintas di atasnya. Umumnya mutu beton pada lapisan ini didesain dengan mutu (K-400 sampai K-500). Pada perkerasan kaku sambungan antar segmen umumnya menggunakan campuran aspal emulsi atau sealant untuk mereduksi pergerakan akibat pemuaian.

Gambar Konfigurasi Rigid Pavement 


    Dari penjelasan tersebut dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku, kedua perkerasan memiliki kelemahan  tersendiri, antara lain: 

Kelemahan Perkerasan lentur (Flexible Pavement
  • Perkerasan lentur lemah terhadap genangan air, jika terjadi genangan maka akan mengakibatkan gejala retakan pada badan jalan dan kemudian menjadi lubang. 
  • Mudah mengalami bleeding (Leleh) jika suhu hamparan aspal tidak mencukupi atau dibawah 120 ◦C maka dapat beresiko terjadi proses bleeding saat dilewati kendaraan.

  • Umur rencana bisanya rendah, hal ini diakibatkan banyak faktor misalnya kualitas campuran, proses pelaksanaan yang salah, beban kendaraan yang besar dan sistem drainase yang buruk.
  • Biaya perawatan yang tinggi misalnya peningkatan jalan (Overlay). 
  • Tidak cocok digunakan pada tanah yang tidak stabil atau timbunan. 
  • Distribusi tegangan pada perkerasan lentur lebih terpusat sehingga menghasilkan tegangan yang besar pada lapisan di bawahnya. 

Kelemahan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
  • Anggaran awal yang besar dibandingkan dengan perkerasan lentur. 
  • Bagi pengendara menimbulkan rasa jenuh saat mengemudi  diakibatkan pantulan sinar matahari pada lapisan beton (silau).
  • Proses pelaksanaan yang memakan waktu lama sekitar 1 bulan sampai benar-benar dapat dilewati kendaraan, karena menunggu proses curring/ perawatan beton setelah pengecoran. 
  • Membuat kinerja kendaraan menurun karena sistem grid pada perkerasan kaku dapat membuat kerja ban lebih berat dan cepat aus. 
  • Mengurangi tingkat kenyamanan pengendara karena tidak semulus perkerasan lentur. 
  • Perkerasan kaku lebih suka mengalami kembang susut (Shrinkage), sehingga umunya muda mengalami retak (Cracking). 

Gambar susunan sampel perkerasan kaku dan lentur  


Gambar Distribusi Tegangan Pada Roda Kendaraan  Pada Tiap Jenis Perkerasan

    Dari kelemahan - kelemahan tersebut tentunya setiap perkerasan memiliki kelebihan tersendiri, namun kerusakan jalan merupakan kelemahan dari jalan itu sendiri yang tidak bisa dihindari baik berupa retak, penurunan/amblas dan lubang. Adapun cara-cara agar dapat dilakukan agar dapat terhindar dari kerusakan jalan yang sering kita temui khususnya bagi perencana maupun pelaksana agar lebih memperhatikan hal-hal ini, antara lain: 
  • Dalam mendesain suatu konstruksi jalan apakah menggunakan perkerasan kaku atau lentur harus memperhatikan sistem drainasenya dan kemiringan aliran pembuangan air dari badan jalan karena unsur air merupakan hal yang memicu kerusakan jalan khususunya perkerasan lentur. 
  •  Dalam mendesain dan melaksanakan suatu perkerasan jalan harus lebih memperhatikan kualitas campuran material perkerasan jalan, hal ini harus dilakukan pengawasan pada saat pencampurannya agar sesuai dengan mutu yang direncanakan baik pada subgrade, subbase, base dan surface
  • Dalam pelaksanaan khususnya pihak pelaksana maupuan pengawas harus lebih memperhatikan proses pelaksanaan apakah suhu hamparan, proses pemadatan lapisan permukaan jika menggunakan perkerasan lentur, susunan penulangan sambungan pada perkerasan kaku, proses penghamparan lapisan pondasi pada jalan dan tidak kala penting kondisi daya - dukung tanah dasar.
  • Dalam operasional diharuskan adanya pengalihan kendaraan-kendaraan dengan Muatan Sumbu Terberat (MST) yang besar pada jalan yang direncanakan dengan muatan yang berat sehingga tidak merusak jalan yang didesain dengan muatan kecil atau sedang. Maka dari itu perluh digolongkan berdasarkan kelas jalan dalam mendesain. 
  •  Adanya perawatan (Maintanance) berkala terhadap kondisi suatu jalan oleh Instansi terkait agar tingkat kerusakan dapat direduksi sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar yang tentunya memakan anggaran yang besar pula. 
  •  
    Kemajuan teknologi perkerasan jalan akan terus berkembang seiring dengan kebutuhan dan peerkembangan inovasi para insinyur dan peneliti, seperti teknologi Aspal Poros (Asphalt Porous) telah mulai dikembangkan di Indonesia oleh peneliti yang tentunya ke depan dapat menjadi standar perencanaan konstruksi jalan di Indonesia serta perkembangan teknologi  daur ulang aspal (Recycle Asphalt) yang telah di terapkan pada beberapa jalan di Indonesia. Akhir kata, semoga dengan tulisan yang saya tuangkan ini dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi pembacanya khususnya bagi kemajuan teknologi konstruksi jalan di Indonesia. Terima kasih.

Oleh : Dr. Ir. James Thoengsal, M.T., IPM.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar