Kontrak dan Administrasi Proyek Konstruksi


Senin, 9 Januari 2017

       Dalam siklus hidup proyek konstruksi selalu dimulai dengan tahap konsep dan perencanaan dan berakhir pada proses eksekusi/pelaksanaan konstruksi, tentunya proses tersebut membutuhkan suatu susunan perencanaan administrasi yang baik agar tidak terjadi klaim/dispute antar setiap stakeholder yang terkait. Khusus pada tahap pengadaaan/procurement istilah “kontrak” bagi sebagian orang merupakan suatu hal sakral yang harus disusun dan disepakati antara pihak yang akan bekerja sama khususnya dalam industri konstruksi. Kontrak pada umumnya merupakan suatu format perjanjian/kesepakatan yang dibuat antara kedua bela pihak atau lebih yang kemudian disepakati secara bersama, tentunya dengan adanya kontrak maka setiap pihak dapat mengetahui hak dan kewajiban yang telah disepakati, dengan demikian dapat meminimalisir terjadinya klaim/perselisihan dalam proses pelaksanaannya.


       Dalam realita praktek konstruksi sehari-hari aspek administrasi dan kontrak merupakan hal yang penting yang tidak boleh diabaikan oleh pihak penyelenggara konstruksi baik dari pihak owner, konsultan, kontraktor dan supplier. Sering kali kontrak dan administrasi oleh beberapa pihak sering dianggap tidak terlalu penting untuk diperhatikan bahkan untuk dibuat terlebih jika skala proyeknya tidak terlalu besar. Tentunya pembuatan dan penyusunan administrasi kontrak dalam industri konstruksi berlaku penting untuk semua skala dan jenis proyek yang hendak dilaksanakan mengingat risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan jika terjadi klaim yang tentunya  dapat merugikan pihak-pihak penyelenggara konstruksi. Bahkan suatu proyek konstruksi yang telah membuat kontrak dan susunan administrasi juga dapat berpotensi menimbulkan permasalahan antar pihak penyelenggaranya misalnya jika terdapat point klausal yang baru dirasa tidak menguntungkan salah satu pihak atau lebih pada saat pelaksanaan. Oleh karena itu kontrak konstruksi sebelumnya harus betul-betul dipahami dan disepakati disetiap klausalnya sehingga diperoleh susunan draft kontrak dan administrasi proyek yang jelas yang dapat diterima oleh semua pihak yang akan bekerja sama.

       Dalam proyek konstruksi susunan kontrak memiliki beberapa point klausal yang dianggap penting dan umum serta disepakati antar pihak–pihak penyelenggara khususnya pihak pemilik (owner) dan pelaksana proyek. Standar peraturan mengenai kontrak konstruksi telah banyak diatur dalam bentuk aturan yang baku misalnya jika kontrak yang berlaku secara internasional biasanya berpatokan pada standar Federation International Des Ingenieurs-Conseils (FIDIC). Khusus di Indonesia pedoman tata cara kontrak konstruksi masih diatur dalam UUD jasa konstruksi No:18 Tahun 1999 beserta peraturan pelaksanaannya. Adapun hal-hal yang biasanya dituangkan dalam draft kontrak konstruksi pada umumnya yaitu, antara lain:

  • Para Pihak, point ini memberikan informasi secara jelas mengenai pihak-pihak yang akan melakukan dan terlibat dalam kontrak kerja konstruksi. Pihak dalam hal ini dapat diuraikan menjadi pihak pemberi tugas atau yang disebut owner, pihak penyedia jasa dapat berupa pihak perencana atau konsultan perencana, pihak konsultan pengawas atau MK, pihak pelaksana utama atau main contractor dan pihak sub pelaksana atau sub contractor serta pihak vendor material atau supplier.
  • Bahasa yang Digunakan, point ini memberikan kesepakatan sejak awal mengenai jenis bahasa yang akan digunakan dan dipilih dalam penyusunan perjanjian kontrak. Hal ini sangat penting bila mana perjanjian dilakukan dengan pihak asing yang tentunya membutuhkan kesepakatan secara awal mengenai jenis bahasa yang akan disepakati sehingga memudahkan dalam penafsiran untuk pengambilan keputusan dalam perjanjian kontrak antara pihak yang akan bekerja sama. 
  • Besar Anggaran Proyek, klausal ini memberikan informasi mengenai kesepakatan terhadap besarnya anggaran proyek yang hendak dilaksanakan beserta lampiran yang memberikan rincian (breakdown cost) anggaran proyek pada setiap item pekerjaannya. Dalam hal ini juga mencakup analisis harga satuan serta besar volume pekerjaan (Bill of Quantity) yang diestimasi.
  • Model Perhitungan Biaya, point ini memberikan informasi kesepakatan mengenai sistem perhitungan biaya anggaran proyek yang akan dilaksanakan. Model perhitungan biaya dapat berupa perhitungan dengan sistem harga satuan (unit price), lump sum, kombinasi lump sum + unit price dan cost fee plus. 
  • Lingkup Pekerjaan, point ini memberikan informasi mengenai lingkup (scope) pekerjaan yang hendak dilaksanakan berdasarkan anggaran yang disepakati. Lingkup pekerjaan harus memberikan informasi secara jelas mengenai item pekerjaan dan sub pekerjaan yang akan dikerjakan, misalnya lingkup pekerjaan sub structure, super structure, pekerjaan perkerasan jalan, drainase, utilitas dll. 
  •  Waktu Pelaksanaan Proyek, Point kontrak ini memberikan informasi mengenai kesepakatan terhadap durasi (master scheduled) proyek yang akan dilaksanakan. Setiap proyek memiliki durasi proyek yang bervariasi tergantung dari besar skala proyek yang akan dikerjakan, oleh karena itu waktu pelaksanaan proyek diklasifikasikan menjadi dua yaitu proyek dengan durasi  tahun tunggal dan proyek durasi tahun jamak (> 12 bulan).  Dalam hal ini durasi proyek dilampirkan dengan analisis perhitungan durasi pelaksanaan yang dilaporkan dalam bentuk model penjadwalan gant chart,  S-Curve, network planning dsb. 
  • Sistem Pembayaran, point klausal ini memberikan informasi kesepakatan dalam hal sistem pembayaran termin oleh owner kepada pihak pelaksana konstruksi. Model sistem pembayaran yang disepakati dapat berupa sistem pembayaran berdasarkan bobot pekerjaan yang disepakati, bulanan (monthly), turn-key (pre-financing) dan sistem pembayaran lain yang telah disepakati. 
  • Model Organisasi Proyek, point ini memberikan informasi kesepakatan kepada pihak pemberi tugas dan pelaksana konstruksi dalam pembagian tugas tanggung jawab dan aliran komando dalam struktur organisasi kerja. Umumnya model struktur organisasi kerja yang digunakan berupa model organisasi tradisional, swakelolah, terspesialisasi, Eengineering Procurement Construction (EPC), Design – Build dsb. 
  • Standar Kualitas Pekerjaan, point ini memberikan kesepakatan dalam hal standar kualitas hasil pekerjaan yang telah disepakati. Dalam hal ini juga harus dilampirkan dengan spesifikasi teknis berupa mutu material dan pekerjaan yang telah disepakati yang dapat menjadi panduan/patokan terhadap hasil kualitas pekerjaan yang telah dikerjakan  oleh pihak pelaksana. 
  • Keterlambatan Pelaksanaan, point ini memberikan informasi kesepakatan terhadap pemberian sanksi kepada pihak pelaksana jika melakukan keterlambatan (delay) dari waktu yang telah direncanakan. Penentuan sanksi ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama, umumnya sanksi yang diberikan berupa potongan presentase dari anggaran proyek yang dikerjakan kepada pihak pelaksana. Tentunya penyebab keterlambatan dapat disebabakan oleh banyak faktor, jika disebabkan diluar dari pihak pelaksana maka dapat dipertimbangkan dan dievaluasi kembali. 
  • Keterlambatan Pembayaran, point ini memberikan informasi kesepakatan menyangkut sanksi yang akan diberikan kepada pihak pemilik (owner) jika melakukan keterlambatan dalam proses pembayaran termin kepada pihak pelaksana. Namun dalam realita di lapangan point ini jarang dipraktekkan bahkan sudah menjadi istilah umum bahwa pemilik proyek adalah “Raja” yang memiliki pengaruh otoritas tertinggi dalam proses penyelenggaraan konstruksi. Namun jika point kesepakatan ini diterapkan kiranya pihak pelaksana (kontraktor) memiliki kesetaraan hak yang sama dalam proses pelaksanaan konstruksi. 
  • Kegagalan Konstruksi (Wanprestasi), point ini juga memberikan kesepakatan terhadap ketentuan sanksi terutama kepada pihak pelaksana jika melakukan kegagalan konstruksi (wanprestasi) selama proses konstruksi baik berupa kegagalan fisik misalnya kegagalan struktur yang menimbulkan korban jiwa dan materi maupun kegagalan non fisik misalnya penipuan, korupsi anggaran proyek, dsb. Sanksi yang diberikan umumnya berupa pemutusan hubungan kontrak kerja kepada pihak pelaksana atau model sanksi lainnya yang telah disepakati.  
  • Pekerjaan Tambah Kurang (Contract Change Order - CCO), point dari klausal ini memberikan informasi kesepakatan bila mana pada saat fase konstruksi terjadi pekerjaan tambah kurang yang disebabkan oleh beberapa faktor dari pihak pemilik (owner), misalnya perubahan volume, item, model, posisi, dll dari suatu item pekerjaan. Oleh karena itu dalam kontrak harus diberikan batasan presentase dan kebijakan intensif dari owner mengenai nilai item pekerjaan yang mengalami pekerjaan tambah kurang. Umumnya pekerjaan CCO berdasarkan UUD Jasa Konstruksi, No: 18 Tahun 1999, diberikan hanya maksimum 10% dari nilai kontrak yang disepakati. Hal ini dikarenakan pekerjaan CCO secara langsung juga akan mempengaruhi durasi pekerjaan dan nilai anggaran kontrak secara keseluruhan. 
  • Adendum, point ini memberikan informasi mengenai kesepakatan bila mana dalam proses pelaksanaan konstruksi terdapat beberapa unsur dari suatu item pekerjaan dalam kontrak mengalami  perubahan baik dari segi merk, kualitas, harga dsb yang secara tidak sengaja dapat dilakukan oleh pihak penyedia jasa konstruksi akibat beberapa faktor misalnya stok spesifikasi material yang telah disepakati dalam kontrak tidak diproduksi lagi oleh produsen dsb, dalam hal ini memungkinkan untuk dilakukan perubahan kontrak berdasarkan kondisi tersebut. 
  • Eskalasi Harga, point ini memberikan informasi mengenai kesepakatan antara pihak pemberi tugas dan pihak penyedia jasa bila mana dalam fase pelaksanaan konstruksi terjadi perubahan harga yang disebabkan oleh faktor eksternal misalnya kenaikan harga BBM, kenaikan harga besi, semen dll yang dikarenakan oleh kebijakan Pemerintah secara nasional, sehingga memungkinkan bagi pihak penyedia jasa untuk melakukan eskalasi harga kontrak berdasarkan presentase kenaikan tersebut secara ideal. Umumnya kebijakan eskalasi harga dapat terjadi jika proyek memiliki durasi tahun jamak (> 12 bulan) atau proyek multi years. 
  • Jaminan, point ini memberikan informasi kesepakatan mengenai sistem jaminan (asuransi) pada saat pengadaan, pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi. Jaminan dalam hal ini berfungsi untuk memberikan kepastian dan keseriusan dari pihak pelaksana kepada pihak pemberi tugas akan hak nya dalam menjamin proses pelaksanaan konstruksi dari proses pengadaan sampai proses pemeliharaannya. Jaminan biasanya berupa dana yang ditahan berdasarkan besar presentase yang telah disepakati, misalnya untuk jaminan (garansi) pemeliharaan terakhir pekerjaan bisanya ditahan sekitar 5% (retensi) dari nilai kontrak..
  • Sistem Keselamatan Proyek,  point ini memberikan informasi mengenai kesepakatan terhadap sistem keselamatan kerja yang akan diterapkan oleh pihak pelaksana terhadap tenaga kerjanya (man power) selama proses konstruksi berlangsung. Hal ini juga menjadi faktor penting mengingat faktor keselamatan menjadi prioritas industri konstruksi dewasa ini. Dengan adanya jaminan keselamatan kerja tentunya menjadi point yang dapat menekan tingkat risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi. 
  • Kualifikasi Tenaga Kerja, point ini menyangkut kesepakatan kepada pihak pelaksana terhadap kualifikasi tenaga ahli dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses pelaksanaan konstruksi. Biasanya berupa kualifikasi terhadap tingkat keahlian yang disyaratkan yang mengharuskan pihak pelaksana harus memiliki tenaga ahli dan tenaga kerja yang memenuhi kualifikasi yang distandarkan dalam kesepakatan. 
  • Fasilitas Lokasi Proyek, point ini menyangkut kesepakatan kepada pihak pemberi tugas (owner) dalam hal ini berkewajiban dalam menyediakan fasilitas-fasilitas umum yang akan diperlukan selama proses konstruksi berlangsung. Dalam hal ini menyangkut fasilitas perizinan aktifitas proyek, air, listrik, akses jalan dan  fasilitas  dasar penting lainnya. 
  • Keamanan Lokasi Proyek, point ini membahas mengenai kesepakatan terhadap jaminan keamanan selama proses konstruksi di lokasi proyek. Hal ini memberikan kesepakatan mengenai pihak yang akan bertanggung jawab terhadap seluruh keamanan selama proses konstruksi berlangsung. 
  • Penyelesaian Klaim/Perselisihan, point ini membahas mengenai kesepakatan antara pihak pemberi tugas dan penyedia jasa konstruksi mengenai alternatif –alternatif yang akan dipilih jika saja dikemudian hari terjadi perselisihan (dispute). Alternatif yang umumnya dapat dipilih yaitu melalui musyawarah, negoisasi, arbitrase, konsoliasi, mediasi, pemanggilan pendapat para ahli dan jika belum menemukan titik penyelesaian maka dapat berakhir ke rana pengadilan.
  • Keadaan Kahar (Force Majeure), point ini memberikan kesepakatan antara pihak penyelenggara konstruksi bila mana selama proses konstruksi terjadi kondisi atau kejadian yang diluar kehendak manusia (Act of God) yang mungkin saja terjadi misalnya bencana alam, bencana sosial dll. Hal ini tentunya harus menjadi kesepakatan bersama sejak awal terhadap penyelesaian suatu proyek konstruksi bila mana terjadi keadaan kahar.
  • Proses Penyerahan Pekerjaan, point ini memberikan kesepakatan mengenai tata cara dalam proses serah terima hasil produk pekerjaan kepada pihak pemberi tugas (owner). Pada umumnya proses penyerahan sera terima dilakukan dalam dua tahap, dimana tahap pertama biasa disebut dengan tahap penyerahan tahap 1 atau dikenal dengan istilah Provisonal Hand Over (PHO) dan biasanya dibuatkan berita acara serah terima tahap I (BAST –I) dan tahap kedua jika semua hasil produk pekerjaan telah memenuhi semua persyaratan maka dilakukan tahap penyerahan tahap 2 atau dikenal dengan istilah Final Hand Over (FHO) dan biasanya dibuatkan berita acara serah terima tahap II (BAST-II).  

        Dari seluruh point-point klausal kontrak konstruksi yang telah disepakati tentunya akan menjadi dasar antara pihak yang bekerja sama, sehingga masing-masing pihak dapat mengetahui setiap hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan konstruksi. Dalam fase pelaksanaan konstruksi proses administrasi menjadi hal yang tidak kala penting mengingat dalam proses administrasi proyek akan merekam akltifitas-aktifitas dan dokumen-dokumen yang penting dari awal pelaksanaan sampai sera terima hasil pekerjaan. Oleh karena itu proses penyusunan administrasi proyek hendaknya dilakukan bukan hanya oleh pihak penyedia jasa dalam hal ini pihak pelaksana melainkan juga oleh pihak pemberi tugas (owner) sehingga masing-masing pihak memiliki data administrasi yang lengkap dan valid sehingga secara tidak langsung dapat mereduksi potensi risiko terjadinya perselisihan/klaim dalam proses konstruksi akibat kelengkapan administrasi yang buruk. Adapun beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam administrasi selama fase konstruksi antara lain:
  • ·         Dokumen kontrak
  • .     Surat-surat perjanjian kerja dengan stakeholder.
  • .     Dokumen perizinan yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi
  • ·         Laporan mobilisasi dan demobilisasi peralatan proyek
  • .     Laporan dokumentasi (foto/video) selama proyek berlangsung
  • ·          Laporan progres kemajuan proyek (Progress Report)
  • ·         Laporan berita rapat evaluasi proyek (Meeting report)
  • ·         Penagihan pembayaran proyek
  • ·         Berita pekerjaan tambah kurang – CCO
  • ·         Berita adendum kontrak
  • ·         Laporan  kontrol kualitas pekerjaan
  • ·         Berita perselisihan konstruksi (Jika terjadi)
  • ·         Berita acara penyerahan hasil pekerjaan (PHO-FHO)
  • .     Dokumen laporan hasil analisis engineering proyek dari konsultan. 
  • ·         Dokumen Shop Drawing & As Build Drawing
  • ·         Dll.
        Dari seluruh penjelasan mengenai kontrak dan administrasi proyek konstruksi maka sudah jelas bahwa pada fase pegadaan (Procurement) dari siklus hidup proyek selayaknya membutuhkan waktu dan kedalaman yang cukup dalam memahami seluruh klausal kontrak perjanjian yang akan disepakati, sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran dikemudian hari dan juga dapat berfungsi dalam meminimalisir timbulnya risiko kegagalan konstruksi. Begitu pula pada fase pelaksanaan (construction) unsur manajemen data administrasi proyek menjadi hal yang penting karena dapat merekam seluruh laporan aktifitas selama proses konstruksi dari awal pelaksanaan sampai penyelesaian proyek. Kiranya dengan perkembangan industri konstruksi di Indonesia dapat meningkatkan kedewasaan bagi pihak penyedia jasa dan pemberi tugas akan pentingnya proses penyusunan kontrak pada awal konstruksi dan manajemen administrasi selama proses pelaksanaan sampai penyelesaian pekerjaan konstruksi. Demikianlah artikel yang telah saya berikan, semoga dapat bermanfaaat bagi pembacanya. Terima kasih.


Oleh:  Dr. Ir. James Thoengsal, M.T., IPM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar