Penyebab Terjadinya Klaim Konstruksi


Penyebab Terjadinya Klaim Konstruksi 
Sabtu, 18 Juli 2015

     
       Pada artikel kali ini saya tertarik membahas mengenai masalah klaim dalam usaha jasa konstruksi, mengingat besarnya risiko yang dapat menimbulkan terjadinya perselisihan antar pihak dalam tahap pelaksanaan proyek. Pada umumnya dalam praktik pelaksanaan konstruksi sering dijumpai terjadinya "klaim" (Dispute) atau tuntutan dimana terdapat ketidak cocokan atas apa yang telah disepakati dalam kontrak yang telah dibuat, baik terhadap hasil pekerjaan, waktu, kualitas dan hal-hal yang berhubungan dalam kesepakatan yang telah dibuat oleh pihak-pihak dalam penyelenggaraan knstruksi (Owner, Konsultan & Kontraktor).

      Dalam dunia Barat istilah klaim sendiri bukan merupakan hal yang berkonotasi negatif melainkan merupakan suatu "permintaan" atas apa yang telah disepakati. Klaim konstruksi sendiri dapat diselesaikan dengan banyak cara misalnya melalui cara musyawarah bersama, arbitrase, mediasi, konsoliasi dan tidak sedikit pula peristiwa klaim konstruksi  berujung sampai ke pengadilan. Untuk lebih mengetaui secara umum penyebab terjadinya klaim pada usaha jasa  konstruksi khususnya antara pihak pemberi tugas dan pelaksana, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut:


1.   Akibat Keterlambatan Waktu Pelaksanaan (Schedule Overun)
     Terjadinya klaim konstruksi  sering diakibatkan karena pihak pelaksana/kontraktor menyelesaikan pelaksanaan konstruksi melebihi waktu yang telah disepakati dalam master schedule. Tidak sedikit  keterlambatan proyek menyebabkan terjadinya klaim dari owner terhadap pihak pelaksana. Umumnya bentuk penyelesaiannya berupa pemberian penalti/denda terhadap keterlambatan yang terjadi atau melalui kesepakatan bersama. Tentunya faktor penyebab keterlambatan proyek perluh dijelaskan penyebab dasarnya ketika akan melakukan klaim. Dalam praktik konstruksi terdapat dua jenis keterlambatan yaitu excusable delay (compesible delay & Non-compesible delay) dan Non-excusable delay,  dimana harus dikategorikan sesuai dengan penyebabnya masing-masing.

2. Akibat Keterlambatan Pembayaran 
    Proses pembayaran termin dari owner kepada pihak pelaksana konstruksi sering mengakibatkan terjadinya klaim yang tentunya sangat berhubungan dengan faktor keterlambatan waktu pelaksanaan proyek, dengan kata lain penyebab keterlambatan proyek dapat diakibatkan karena adanya  keterlambatan pembayaran dari pihak pemberi tugas/owner. Sering ditemui perselisihan terjadi diakibatkan pihak pemberi tugas tidak melaksanakan kewajibanya dalam hal pembayaran sesuai dengan kontrak yang disepakati yang tentunya akan menjadi pemicu terjadinya tuntutan klaim dari pihak pelaksana.  Untuk menghindari hal tersebut maka pihak pemberi tugas sebaiknya lebih memperhatikan kewajibannya dalam proses administrasi pembayaran termin atas prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan oleh pihak pelaksana.

3.  Kualitas /Hasil Pekerjaan Yang Tidak Sesuai
    Dalam poin ini memang lebih dititik beratkan kepada pihak pelaksana/kontraktor sebagai pihak penanggung atau penerima tuntutan dari pemberi tugas. Kualitas dan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan kesepakatan/kontrak merupakan salah satu faktor yang sering menimbulkan terjadinya perselisihan antara pihak tersebut, baik akibat ketidaksesuaian dengan perencanaan, kualitas material yang tidak sesuai dan segala bentuk ketidaksesuaian dari hasil yang telah dikerjakan oleh pihak pelaksana. Dalam hal ini memang diperluhkan komitmen dari pihak pelaksana terhadap apa yang telah disepakati dalam kontrak.

4.  Wanprestasi (Kegagalan Konstruksi)
    Kegagalan konstruksi juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebab klaim dalam usaha jasa konstruksi dan juga merupakan hal yang tidak diinginkan bagi semua pihak. Tentunya kegagalan konstruksi tidak serta merta merupakan kesalahan dari pihak pelaksana/kontraktor melainkan harus diselidiki lebih dalam mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan yang ditimbulkan (dapat dilihat pada artikel sebelumnya). Kegagalan konstruksi dapat menimbulkan perselisihan yang lebih kompleks antara pihak lain jika akibat yang ditimbulkan merugikan pihak-pihak diluar kontrak misalnya menimbulkan korban jiwa, kerugian negara, kehilangan harta benda masyarakat dsb.

5.  Akibat Banyaknya Pekerjaan Tambah Kurang (Change Order)
    Faktor tersebut dapat menimbulkan klaim dari pihak pelaksana terhadap pihak pemberi tugas dimana jika banyaknya frekuensi akan permintaan pekerjaan tambah kurang (Change Order) dan redesign dari pihak owner, maka dapat menyebabkan sistem perencanaan dan penjadwalan proyek dari pihak pelaksana terganggu yang tentunya dapat memicu terjadinya perselisihan antara kedua pihak. Oleh karena itu perluh dilakukan perencanaan yang matang pada tahap perencanaan antar pihak dalam penyelenggaraan konstruksi agar dapat menghindari terjadinya penambahan dan pengurangan pekerjaan pada tahap pelaksanaan.

6.   Akibat Spesifikasi Yang Tidak Jelas
    Ketidakjelasan dalam hal penyajian spesifikasi perencanaan  oleh pihak pemberi tugas dan konsultan perencana dapat menyebabkan terjadinya perselisihan pada tahap pelaksanaan. Dalam hal ini jika spesifikasi/desain yang kurang jelas diberikan kepada pihak pelaksana maka dapat berpeluang menimbulkan terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan yang tentunya dapat berujung kepada perselisihan dari hasil pekerjaan. Oleh karena itu pihak pemberi tugas dan konsultan perencana sebaiknya memberikan spesifikasi perencanaan yang cukup jelas dan dapat dipahami oleh pihak pelaksana sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam proses pelaksanaan yang dapat menimbulkan perselisihan pada tahap pelaksanaan.

7. Akibat Sistem Administrasi Proyek Yang Buruk
   Dalam pelaksanaan konstruksi, sistem administrasi merupakan hal yang perluh diperhatikan mengingat seluruh rekam proses konstruksi tersimpan didalamnya baik dari tahap perencanaan berupa dokumen kontrak, perencanaan, master schedule, anggaran penawaran dsb. serta pada tahap pelasksanaan berupa laporan prestasi proyek, pengajuan tagihan, pekerjaan tambah kurang, klaim, quality report, shop drawing, as build drawing, mobilisasi/demobilisasi peralatan sampai tahap penyelesaian proyek.  Jika sistem administrasi suatu proyek buruk maka dapat menjadi penyebab perselisihan antara pihak owner dengan pihak pelaksana, misalnya jika sistem laporan prestasi suatu proyek tidak dilakukan dengan benar oleh pihak pelaksana maka dapat meimbulkan perselisihan dengan pihak owner terhadap hasil pekerjaan dan proses pembayarannya. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut sebaiknya kedua pihak harus membuat sistem administrasi dengan baik agar dapat menjadi bahan bukti ketika terjadi perselisihan.

8.  Akibat Salah Penafsiran Isi Kontrak
    Salah satu hal yang terpenting sebelum pelaksanaan konsruksi dilakukan yaitu kesepakatan kerja antara pemberi dan pelaksana pekerjaan yang dituangkan dalam sebuah perjanjian berupa kontrak. Hal-hal sepele yang umumnya diabaikan dalam isi perjanjian kontrak kadang menjadi pemicu terjadinya klaim konstruksi dikemudian hari, misalnya klausal mengenai sanksi keterlambatan pekerjaan, pembayaran, pekerjaan tambah kurang dsb. Kadang hal-hal demikian sering tidak menjadi perhatian pada awal kesepakatan perjanjian kontrak tetapi dalam realita sering menimbulkan masalah ketika proses kontruksi sedang berlangsung. Oleh karena itu sebaiknya para pihak pemberi maupun pelaksana pekerjaan haruslah melakukan perjanjian yang lebih matang dan terikat sebelum proses pelaksanaan konstruksi berlangsung, sehingga dapat mereduksi potensi terjadinya klaim kontruksi akibat kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan isi kontrak yang telah disepakati.

     Dari penjelasan faktor-faktor di atas, maka diperluhkan perhatian yang lebih serius untuk menghindari terjadinya perselisihan dalam usaha jasa konstruksi, dalam hal ini diperluhkan kesadaran akan kewajiban dari masing-masing pihak dalam proses penyelenggaraan proyek konstruksi guna mengurangi terjadinya kasus perselisihan dalam pelaksanaan konstruksi ke depan. Perluh disadari bahwa dalam realita di lapangan pihak pelaksana sering berada pada posisi yang sulit/lemah dalam kasus perselisihan dengan pihak pemberi tugas. Namun hal tersebut tidak seharusnya terjadi jika semua pihak mengerti dan sadar akan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan/kontrak yang telah disepakati.


Oleh:  Dr. Ir. James Thoengsal,  M.T., IPM.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar