Rekayasa Pengendalian Banjir (Flood Control Engineering)

Rekayasa Pengendalian Banjir 
Sabtu, 27 Desember 2014

   Pada artikel ini saya akan membahas masalah banjir yang sepertinya sudah menjadi masalah yang tak kunjung selesai di Indonesia khususnya di Ibu Kota DKI Jakarta, telah banyak kerugian yang ditimbulkan akibat bencana banjir antara lain timbulnya banyak korban jiwa dan kerugian materil. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Hydrologic Cycle

Aliran Permukaan = Curah Hujan - (Resapan air ke tanah + Penguapan ke udara)
 
   Dari persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa makin besar curah hujan maka aliran permukaan yang terjadi makin besar pula, tetapi jika tingkat resapan air dalam tanah cukup tinggi maka aliran air permukaan dapat tereduksi secara signifikan, dengan kata lain peranan kantong-kantong air dan daerah resapan air sangat berperan dalam mereduksi tingkat banjir. Banjir merupakan suatu keadaan dimana adanya aliran air berlebih yang menyebabkan terendamnya suatu daratan/wilayah. Secara umum banjir terjadi oleh beberapa penyebab baik yang ditimbulkan oleh manusia maupun dari alam, antara lain:
  • Akibat aktivitas manusia maupaun pihak terkait pada daerah hulu khususnya disepanjang aliran sungai, misalnya melakukan aktivitas penebangan liar (Ilegal Logging), penggalian tambang liar, perubahan tata guna lahan, dsb. Perluh diketahui bahwa vegetasi/pepohonan berperan dalam penyerapan air tanah (Infiltrasi), memperkecil kecepatan aliran air yang mengalir (run off)  serta menjaga kekuatan tebing secara alami.  

  • Akibat kurangnya  kesadaran masyarakat pada daerah hulu sampai hilir dalam  menjaga kebersihan saluran pembuangan/drainase/sungai seperti membuang sampah sembarang pada saluran/drainase dan sungai. Hal ini kelihatannya sepele tetapi sulit untuk dilakukan dan dibiasakan, tetapi dampak yang ditimbulkan sudah sangat jelas akan merugikan banyak pihak jika terjadi banjir. Dalam hal ini yang diperluhkan adalah kesadaran dan kedewasaan dalam membiasakan untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. 
  • Akibat adanya aktivitas pemukiman di sekitar bantaran sungai / sekitar sungai, dengan adanya pembangunan pemukiman di sekitar sungai maka kapasitas penampungan penampang sungai akan berpengaruh terlebih jika masyarakat disekitar bantaran sungai sering membuang sampah di sepanjang sungai. Hal ini yang seharusnya menjadi peranan pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut.
  • Akibat kurangnya daerah resapan air di sekitar aliran sungai, seperti kantong-kantong air alami berupa rawa, danau, anak-anak sungai, maupun kantong air buatan serta ruang terbuka hijau di perkotaan. Hal ini yang merupakan salah satu pemicuh besarnya dampak banjir pada daerah hilir karena kurangnya daerah tangkapan air ketika hujan turun.
  • Akibat meningkatnya jumlah bangunan-bangunan tinggi di daerah perkotaan serta pemukiman yang makin padat sehingga ruang penyerapan air dan terbuka hijau semakin berkurang pada daerah perkotaan. Hal ini yang perluh dilakukan oleh pihak terkait dalam manajemen perkotaan agar tetap mempertahankan daerah resapan air serta pengaturan tata letak pemukiman yang layak sehingga dampak banjir dapat tereduksi. 
  

  • Akibat tingkat curah hujan yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap banjir, tetapi jika kondisi alam yang terjaga dengan baik serta sistem drainase yang tetap terjaga kondisi dan kapasitasnya tentunya tidak berpengaruh terhadap curah hujan yang tinggi. 

  • Akibat air pasang laut (Back Water) yang menyebabkan aliran air dari perkotaan yang menuju ke laut kembali ke daratan sehingga mempengaruhi  pengaliran air pada drainase perkotaan dan berpotensi menimbulkan genangan banjir ketika intensitas hujan tinggi.

  • Berkurangnya kapasitas drainase pada perkotaan akibat peningkatan laju demografi penduduk perkotaan yang kian meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan jumlah kebutuhan drainase yang terus meningkat dan berbanding terbalik dengan ketersediaan infrastruktur drainase yang ada.

Solusi
  Dari penyebab banjir yang telah diuraikan tentunya ada cara dan solusi untuk mencegah dan mengurangi dampak banjir yang sering terjadi, baik cara teknik maupuan non teknik, antara lain:

Aspek Non Teknik 
  • Menjaga kelestarian hutan serta vegetasinya di daerah hulu dan sepanjang aliran sungai agar kondisi daerah penyerapan air tetap terjaga dengan baik serta mengurangi kecepatan aliran sungai yang berasal dari hulu. Dalam hal ini pihak dinas terkait seperti dinas kehutanan yang harus terus memantau aktivitas-aktivitas perusakan hutan serta pemberian sanksi yang tegas.
  • Memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara umum akan pentingnya kesadaran kebersihan lingkungan khusunya kebersihan drainase dan sungai, sehingga dapat mengurangi jumlah sampah pada saluran air dan badan sungai.
  • Membuat fasilitas-fasilitas tempat pembuangan sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik di lingkungan tempat tinggal masyarakat, serta sosialisasi penerapan dan manfaatnya. 
  • Memberikan sanksi yang tegas bagi pihak-pihak yang merusak lingkungan misalnya melakukan penebangan pohon secara ilegal, membuang sampah di sembarang tempat, sehingga dengan adanya aturan dan sanksi setidaknya dapat mengurangi kebiasaan masyarakat dalam merusak lingkungan.
  • Membuat dan menerapkan secara tegas aturan pembatasan pembangunan gedung-gedung bertingkat pada daerah perkotaan yang telah padat serta larangan pembangunan  pada daerah resapan air atau ruang terbuka hijau (RTH). 
  • Menertipkan pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran sungai sehingga kapasitas dari penampang sungai tidak terganggu. Hal ini yang sering menjadi masalah sosial yang menjadi hambatan dalam penertipannya di lapangan. 
  • Mengurangi laju urbanisasi penduduk di perkotaan yang dapat menimbulkan penggunaan lahan yang semakin padat sehingga berpengaruh terhadap jumlah daerah resapan/tangkapan air. 

Aspek teknik 
  • Melakukan rekayasa pelestarian vegetasi hutan dengan menanam jenis vegetasi yang cocok ditanam untuk memperkuat tebing-tebing di sepanjang aliran sungai dan meningkatkan penyerapan air yang  diserap dari vegetasi tersebut. Serta melakukan sistem penanaman vegetasi yang pada daerah sepanjang aliran sungai secara berkala. Dengan penanaman vegetasi pada daerah hulu maka kecepatan run off aliran air hujan yang turun dapat direduksi dan memperbesar konsentrasi penyerapan air/infiltrasi ke dalam tanah. Dapat juga dengan memperbanyak daerah-daerah resapan air seperti membuat kantong air berupa  rawa, perbaikan kapasitas danau atau membuat danau buatan. Jadi kesimpulannya yaitu memperbesar proses infiltrasi dan memperkecil kecepatan aliran run off.

  • Membuat bangunan retensi penampung air buatan, misalnya dengan membuat embung dan situ yang berupa kolam penampungan air hujan yang berfungsi sebagai stok persediaan air dan juga berfungsi sebagai rekayasa pengelolahan air sehingga dapat mengurangi besar volume aliran pada sungai yang dapat berisiko menyebabkan banjir.
 

  • Membuat Bangunan pengendali sedimen di hulu berupa sabo dam/sand pocket yang berfungsi untuk mencegah masuknya sedimen pada waduk, memperbesar konsentrasi penyerapan air ke tanah, memproteksi kerusakan bendungan dan mencegah banjir kiriman yang membawah kandungan lumpur/sedimen yang besar pada daerah hilir. Secara umum pembuatan bangunan sabo dam/ sand pocket dibuat pada kondisi hulu yang berpotensi membawa kiriman sedimen akibat longsor ataupun kiriman lahar dingin dari letusan gunung merapi.


  • Membuat dan memperkuatan tebing-tebing (Rivetment) di sepanjang aliran sungai untuk mengurangi kerusakan tebing berupa longsor yang tentunya akan merusak vegetasi di sepanjang aliran sungai. Biasanya dilakukan rekayasa sipil berupa pembuatan dinding penahan tanah (Retaining Wall) dapat berupa pasangan batu, beton bertulang, Gabion (Anyaman kawat galvanis yang diisi batu), sheet pile/Turap, Rip-Rap/susunan batu/blok beton, dsb. 



  • Membuat waduk (Reservoir) dan bendungan (Dam),dengan adanya keberadaan bendungan maka aliran air yang melewati sungai dapat diatur, telah diuraikan pada artikel sebelumnya tentang waduk dan bendungan dimana fungsi bendungan salah satunya yaitu bangunan pengendalin banjir, dengan adanya waduk dan bendungan maka kecepatan dan volume air yang melewati  sungai dapat diatur sehingga mengurangi volume kiriman aliran air ke daerah hilir pada musim hujan.

  • Membuat bendung (Weir), dengan membuat bendung maka secara otomatis aliran volume air pada sungai dapat dimonitoring dan dijaga agar tidak mengalir dengan volume dan kecepatan yang besar pada kawasan hilir. Dengan adanya bendung maka sinyal dan pemberitahuan akan elevasi muka banjir dapat di prediksi.

  • Membuat Tanggul (Berm) di samping kiri dan kanan bantaran sungai sehingga mengurangi risiko limpasan air sungai ke daerah sekitarnya pada saat elevasi muka air sungai maksimum. Konstruksi tanggul dapat berupa pasangan batu, struktur beton bertulang, ataupun timbunan tanah (Embankment).

  • Membuat sistem polder, Polder merupakan sistem tata air tertutup pada suatu wilayah dengan elemen meliputi tanggul, pompa, saluran air dan kolam retensi. Pada sistem ini dibuatkan tampungan air hujan sementara pada suatau wilayah yang terpisah dari drainase utama, kemudian pada saat intensitas hujan telah berkurang dan saluran drainase utama telah normal, maka dilakukan proses pemompaan air keluar dari wilayah tersebut dengan demikian mengurangi kapasitas air pada drainase utama. Hanya saja pada sistem ini dibutuhkan investasi besar mengingat pompa yang digunakan membutuhkan anggaran yang lebih. 
 


  • Pembuatan Groundsill, yaitu rekayasa sipil berupa pembuatan bangunan yang dibuat pada dasar penampang sungai dengan fungsi menstabilkan kemiringan sungai agar tidak terlalu besar kemiringannya sehingga dapat mengurangi kecepatan aliran sungai serta menjaga perkuatan dasar sungai. Dengan adanya pembuatan Groundsill pada penampang dasar sungai, maka peluang konsentrasi air untuk meresap ke dalam tanah (Infiltrasi) semakin besar karena kemiringan potongan memanjang sungai yang relatif landai. 
  • Membuat saluran Kanal (Channel), kanal merupakan konstruksi saluran terbuka yang menampung pembuangan air dari draniase penduduk sepanjang kanal tersebut, kemudian pembuangannya diarahkan ke muara laut, selain itu kanal juga dapat berfungsi sebagai sarana transportasi air. Dengan pembuatan saluran berupa kanal maka dapat memperbesar kapasitas tampungan pembuangan dari drainase masyarakat disekitarnya sehingga dapat mengurangi genangan air ketika hujan tiba. Namun masalah sosial yang sering muncul yaitu kebiasaan masyarakat membuang sampah di sepanjang kanal, sehingga sering terjadi pendangkalan pada penampang saluran kanal. 



  • Melakukan normalisasi dengan memperbesar ukuran penampang saluran drainase (Redesign) dan melakukan pengerukan dasar sungai (Dredging) yang telah mengalami pendangkalan akibat timbunan sedimen ataupun sampah. Cara ini bertujuan agar menormalkan kapasitas penampang sungai sehingga volume tampungan mengalami peningkatan. 
 


  • Membuat penerapan lubang biopori dan sumur resapan, dengan adanya pembuatan biopori dan sumur resapan maka secara perlahan-lahan akan mereduksi terbuangnya sampah-sampah organik  pada saluran drainase dan aliran sungai, dimana pemanfaatan sampah organik tersebut dapat menjadi pupuk kompos alami bagi kesuburan tanah dan vegetasi di sekitarnya, serta dengan adanya pembuatan biopori/sumur resapan secara langsung dapat menjaga ketersediaan air tanah dan menjadi lubang penyerapan air (Infiltrasi) sehingga dapat mengurangi genangan air pada musim hujan yang tentunya mereduksi bencana banjir.


  • Pembuatan Deep Tunnel, yaitu berupa rekayasa terowongan saluran air maupun transportasi bawah tanah yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara pengeboran. Sistem ini dapat dilakukan jika salah satu faktor kondisi lapisan tanah cukup mendukung. Sistem ini sempat menjadi wacana di DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat kemacetan dan masalah banjir, tetapi banyak faktor yang menjadi kendala dalam perencanaannya.

    • Membuat sistem mitigasi bencana banjir dengan mendirikan pos-pos pendeteksi bencana  pada beberapa daerah aliran sungai  yang berpotensi menimbulkan banjir. Hal ini harus diperkuat dengan sistem berbasis Teknologi Informasi (IT) yang dapat berupa alarm peringatan dini pendeteksi banjir dan informasi melalui perangkat media sosial. Dengan adanya informasi tersebut masyarakat yang berada pada wilayah rawan banjir dapat sebelumnya mempersiapkan untuk menyelamatkan diri dan harta berharganya sebelum banjir datang. Biasanya alat pendeteksi banjir tersebut dilengkapi dengan sensor pengukur tinggi muka air sungai, curah hujan, suhu, kelembapan, dan lainnya.

       Dari penjelasan mengenai penyebab umum terjadinya banjir dan solusinya, tentunya solusi yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi suatu wilayah. Oleh karena itu banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan dan dikelolah dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk berpartisipasi menanggulangi banjir dan dampaknya. Penyelesaian masalah banjir memerluhkan semua partisipasi oleh pemerintah terkait dan juga masyarakat dalam penerapannya. Dengan memahami penyebab dan dampak yang telah banyak ditimbulkan oleh bencana banjir kiranya setiap elemen baik pemerintah maupun masyarakat dapat bekerja sama dalam mereduksi dan mengurangi dampak bencana banjir ke depanya. 

    Oleh: Dr. Ir. James Thoengsal, M.T., IPM.






















    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar