Jumat,
13 Juli 2018
Perkembangan
pembangunan saat ini tidak lepas dari aktivitas pelaksanaan konstruksi yang
tentunya menghasilkan jumlah limbah material yang tidak sedikit. Dari hasil
penelitian belakangan ini diperoleh fakta bahwa jumlah limbah konstruksi
menjadi masalah serius di negara-negara berkembang dimana selain mempengaruhi
terhadap aspek biaya juga mempengaruhi aspek lingkungan dan sosial.
Secara umum definisi waste material adalah material yang
tidak lagi memiliki nilai, manfaat, estetika atau dengan kata lain tidak didinginkan lagi oleh
pemiliknya. Sedangkan waste material konstruksi adalah sisa material yang timbul selama aktifitas konstruksi, renovasi maupun pembongkaran dimana sudah tidak memiliki nilai, manfaat atau tidak diinginkan lagi bagi pemiliknya yang mungkin disebabkan secara langsung maupun tidak langsung.
Dari definisi tersebut dapat dilihat tolak ukurnya yaitu pola pikir (Rethink) bagi setiap pemiliknya, dimana dalam hal ini setiap stakeholder dalam pelaksanaan konstruksi baik klien, kontraktor maupun konsultan memiliki pola pikir yang berbeda terhadap waste material yang ditimbulkan, sebagai contoh timbulnya sisa material potongan kayu (Bekisting) di lapangan mungkin bagi satu atau beberapa pihak tidak memiliki manfaat lagi, namun bagi sebagian orang mungkin masih memiliki nilai manfaat untuk digunakan kembali (Reused) ataupun didaur ulang (Recycle). Dengan demikian diperlukan usaha extra untuk menyamakan pola pikir (Rethink) bagi semua stakeholder dalam proses penanganan sisa material selama proses konstruksi maupun sepanjang siklus hidup suatu bangunan.
Dari definisi tersebut dapat dilihat tolak ukurnya yaitu pola pikir (Rethink) bagi setiap pemiliknya, dimana dalam hal ini setiap stakeholder dalam pelaksanaan konstruksi baik klien, kontraktor maupun konsultan memiliki pola pikir yang berbeda terhadap waste material yang ditimbulkan, sebagai contoh timbulnya sisa material potongan kayu (Bekisting) di lapangan mungkin bagi satu atau beberapa pihak tidak memiliki manfaat lagi, namun bagi sebagian orang mungkin masih memiliki nilai manfaat untuk digunakan kembali (Reused) ataupun didaur ulang (Recycle). Dengan demikian diperlukan usaha extra untuk menyamakan pola pikir (Rethink) bagi semua stakeholder dalam proses penanganan sisa material selama proses konstruksi maupun sepanjang siklus hidup suatu bangunan.
Gambar: Sisa Material Bongkaran Beton
Berdasarkan sumbernya waste material konstruksi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu Consumable Material dan Non Consumable Material, Dimana Consumable material adalah waste material yang sumbernya berasal dari material utama (Major Material) yang menjadi bagian dari suatu elemen bangunan, seperti: semen, agregat, besi tulangan, besi profil baja, tegel, bata, mortar, genteng, pipa, kabel, dan jenis utilitas lainnya. Sedangkan Non-Consumable material adalah waste material yang sumbernya berasal dari material pendukung (Support Material) dimana tidak menjadi bagian dalam suatu elemen bangunan, seperti kemasan material/packages (Cardboard, plastic), balok kayu dan multipleks untuk bekisting, perancah, tali dsb.
Berdasarkan sumber
penyebabnya waste material dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu Direct Waste dan Indirect Waste. Dimana Direct waste adalah waste material
yang timbul secara langsung dilapangan selama aktivitas konstruksi misalnya
kesalahan dalam pemotongan, kecurian, rusak, kesalahan dalam pemasangan dsb. Sedangkan
Indirect
Waste adalah timbulnya waste material yang dikarekana secara tidak
langsung akibat proses perencanaan, pengadaan dan pelaksanaan, sebagai contoh kesalahan dalam pemesanan dan perhitungan volume material ataupun kesalahan yang timbul akibat perubahan
desain serta diakibatkan karena kelebihan volume material yang digunakan selama pelaksanaan dari volume yang telah direncanakan.
Berdasarkan wujudnya waste
material dapat dikategorikan menjadi dua yaitu Physical Waste dan Non-Physical
Waste. Dimana Physical Waste adalah waste material yang wujudnya dapat
dilihat secara fisik di lapangan misalnya material, peralatan kerja dll. Physical waste sendiri dapat dibagi menjadi Solid Waste (Limbah Padat), Liquid Waste (Limbah Cair) dan Gas Waste (Limbah gas).
Sedangkan Non-Physical Waste adalah waste material yang wujudnya tidak
nampak secara fisik di lapangan, misalnya keterlambatan pekerjaan (Overun Scheduled), pembengkakan biaya
proyek (Overun Cost), Kualitas yang
tidak sesuai standar, Citra atau nama baik perusahaan dsb.
(Sumber: Sasitharan
Nagapan, 2011)
Potensi
Limbah Material Konstruksi
Setiap material sisa atau limbah
memiliki potensi untuk digunakan ataupun didaur ulang kembali jika diketahui cara
dan poses pengelolahannya. Jika dilihat dari proses penanganan (Handling) limbah
material mulai dari proses pengumpulan (Collection), Pemisahan (Separate),
Pemilahan (Sorting) sampai penyimpanan (Storage) tentunya membutuhkan suatu
tindakan pasca proses tersebut dilakukan. Adapun beberapa alternatif yang dapat
dipilih dalam proses akhir penanganan waste material selama proses konstruksi maupun renovasi/pembongkaran (Demolition) suatu banguan antara lain:
- Menjual (Selling): Alternatif ini menjadi pilihan yang cukup banyak dilakukan khusunya pada sisa material yang memiliki nilai ekonomis seperti besi tulangan, potongan baja, kemasan material seperti karton (Cardboard) maupun plastik. Dengan menjual tentunya memiliki nilai tambah dalam hal perolehan hasil jualan (Revenue from selling).
- Menyimpan (Collect): Alternatif ini menjadi pilihan yang cukup baik jika terdapat potensi sisa material bangunan yang masih layak untuk digunakan kembali (Reused) atau diperbaiki (Repair) baik untuk keperluan pribadi maupun untuk digunakan pada proyek berikutnya, namun alternatif ini membutuhkan tempat (Storage) untuk mengumpul material yang berpotensi untuk digunakan kembali.
- Mendonasikan (Donation): Alternatif yang dapat digunakan juga yaitu dengan mendonasikan sisa material setelah proses konstruksi maupun demolition pada pihak ketiga yang membutuhkan.
- Disposal: Alternatif ini merupakan alternatif yang sebaiknya pdihindari (Last Desirable) yang merupakan alternatif terakhir jika alternatif diatas tidak dapat diaplikasikan lagi. Alternatif ini tentunya menghasilkan biaya extra antara lain Transportation Cost dan Tax Landfill Cost dan juga memberikan efek pada keterbatasan lahan buangan (Landfill).
Gambar: Alur Proses Penanganan Waste Material Konstruksi (Thoengsal James, 2018)
Potensi pengelolahan daur ulang (Recycle) dari sisa material konstruksi maupun dari proses demolition pada suatu bangunan maupun infrastruktur telah banyak diaplikasikan dengan tujuan untuk mencapai keberlanjutan suatu pembangunan (Sustainable). Sebagai contoh yaitu daur ulang bongkahan beton, bata, tegel dan dinding untuk diolah menjadi material yang memiliki nilai dan manfaat menjadi material konstruksi baru seperti menjadi agregat halus, agregat kasar, paving block, bata dinding maupun produk material konstruksi lainnya. Perkembangan teknologi material ramah lingkungan juga telah banyak menggunakan bahan baku dari limbah plastik untuk dibuat menjadi material konstruksi seperti dinding.
Gambar: Proses Recycle Limbah Bongkahan Bata dan Beton
Gambar: Contoh Aplikasi Daur Ulang Limbah Plastik Menjadi Elemen Material Bangunan
Tabel: List Material Bangunan Beserta Potensi Untuk Didaur Ulang Kembali
Perlu disadari bahwa kendala penerapan penggunaan material daur ulang (Recycle) pada suatu bangunan baru (New Building) pada awalnya memang sulit untuk diterapkan dikarenakan oleh beberapa alasan baik aspek kualitas, estetika dll. Oleh karena itu pentingnya peran pemerintah dalam mendukung dan mendorong penggunaan material daur ulang (Recycle) ataupun penggunaan material kembali (Reused) berupa kebijakan dan aturan. Sampai saat ini Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengelolahan Lingkungan hidup tertuang dalam UUD No. 32 Tahun 2009 dan UUD 18 Tahun 2008 tentang Pengelolahan Sampah secara umum beserta standar internasional ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan bagi setiap perusahaan yang menerapkan standar tersebut, namun seharusnya diperlukan juga regulasi ataupun manual yang secara khusus mengatur pengelolahan waste material pada saat konstruksi maupun pembongkaran (Demolition) suatu bangunan maupun infrastruktur agar dapat diterapkan oleh setiap stakeholder/penyelengara konstruksi ke depannya. Dalam hal ini juga diperlukan peran market dalam hal ini pihak pengepul dan pengelolah limbah material konstruksi berupa pihak industri (Recycle Plan Manufacture) dalam mendukung terciptanya rantai pasok recycle material selama siklus hidup suatu bangunan.
Oleh: Dr. Ir. James Thoengsal, M.T., IPM.
Potensi pengelolahan daur ulang (Recycle) dari sisa material konstruksi maupun dari proses demolition pada suatu bangunan maupun infrastruktur telah banyak diaplikasikan dengan tujuan untuk mencapai keberlanjutan suatu pembangunan (Sustainable). Sebagai contoh yaitu daur ulang bongkahan beton, bata, tegel dan dinding untuk diolah menjadi material yang memiliki nilai dan manfaat menjadi material konstruksi baru seperti menjadi agregat halus, agregat kasar, paving block, bata dinding maupun produk material konstruksi lainnya. Perkembangan teknologi material ramah lingkungan juga telah banyak menggunakan bahan baku dari limbah plastik untuk dibuat menjadi material konstruksi seperti dinding Jasa Penulis Artikel SEO pabrik penerima besi bekas
BalasHapusBerdasarkan sumbernya waste material konstruksi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu Consumable Material dan Non Consumable Material, Dimana Consumable material adalah waste material yang sumbernya berasal dari material utama (Major Material) yang menjadi bagian dari suatu elemen bangunan, seperti: semen, agregat, besi tulangan, besi profil baja, tegel, bata, mortar, genteng, pipa, kabel, dan jenis utilitas lainnya. Sedangkan Non-Consumable material adalah waste material yang sumbernya berasal dari material pendukung (Support Material) dimana tidak menjadi bagian dalam suatu elemen bangunan, seperti kemasan material/packages (Cardboard, plastic), balok kayu dan multipleks untuk bekisting, perancah, tali dsb. Jasa Penulis Artikel SEO pabrik penerima besi bekas
BalasHapusPada metode trench sanitariy landfill , suatu paritan dibuat diatas permukaan tanah dan limbah padat ditempatkan di dalamnya. Limbah padat diratakan menjadi lapisan-lapisan tipis , kemudian dipadatkan dan ditutup dengan tanah yang berasal dari hasil galian. Metode trench sanitary landfill lebih baik dibandingkan dengan metode area sanitary landfill, terlebih-lebih bila permukaan air tanah berada jauh dari permukaan tanah. Jasa Penulis Artikel SEO harga kardus bekas di pengepul harga jual kardus bekas ke pabrik pabrik daur ulang kardus bekas
BalasHapusJasa Penulis Artikel SEO jasa percetakan sampul raport K13 percetakan lamongan pengepul kardus bekas terdekat